Saturday, April 30, 2016

Resensi Career Of Evil (Titian Kejahatan)

Judul : Career Of Evil (Titian Kejahatan)

Penulis : Robert Galbraith 

Alih Bahasa : Siska Yuanita 

Tahun terbit : 2015

Bahasa :    Indonesia

Jumlah halaman : 552

Penerbit : Gramedia Pustaka 

So, novel ketiga yang mengisahkan petualangan detektif bernama Cormoran Strike ini diawali dengan potongan lirik lagu "Career Of Evil" dari Grup Band Blue Oyster Cult . Bagi kalian generasi 90an, sama sekali gregepan ,lagu siapa sih ini ? ? ?
Seolah menjadi lagu ritual, tiap potongan lirik dan judul lagu Blue Oyster Cult menjadi pembuka di setiap bagian cerita berdarah, bertulang dan berdaging (-baca, mutilasi).  Sepertinya Rowling mulai enggan bermain-main dengan kisah penyelesaian kasus klien Strike, novel ini malah mengisahkan kasus yang menimpa Strike yang tak kalah berbahaya dari dua buku sebelumnya. Mungkin ini sebagai bentuk peralihan agar pembaca tidak bosan, atau sebagai peringatan bahwa tak selamanya seorang detektif partikelir, mantan tentara Angkatan Darat itu selalu bisa merasa aman. Strike yang berhasil lolos dari bom Afghanistan, ternyata belum 100% lolos  dari masa lalunya yang begitu mencekam. Entah bagaimana novel ini ketiga ini ditulis, tapi bagian-bagiannya seperti sudah disimpan pada novel pertama dan kedua, seperti potongan daging beku yang disimpan di freezer yang akan dikeluarkan pada waktunya.

Lirik lagu Blue Oyster Cult dikirimkan bersama potongan kaki perempuan yang dialamatkan kepada Robin , Asisten Strike. Seolah menyindir, pengirim ini jelas mengetahui sebelah kaki Strike yang diamputasi karena terkena bom di Afghanistan. Sebelum Strike dan Robin berhasil menghentikannya, pembunuh kembali beraksi dengan sepak terjang yang semakin parah.

Mimpi Buruk
Penerjemah novelnya, Siska Yuanita bilang, Career Of Evil ini membawanya mimpi buruk dengan emosi yang naik turun saat menerjemahkannya, bahkan Rowling mengakui dia mengalami mimpi buruk berkali-kali saat menyelesaikan tulisan ini. Semua orang yang sudah membaca novelnya dalam diskusi tersebut menyatakan hal yang sama, emosi naik turun, mimpi buruk, page turner dan rasa kesal begitu mendapati mereka sudah membuka halaman terakhir.


Emosi Naik Turun 
emosi kita akan naik turun , seolah-olah kita bisa rasain kegelisahan Strike, perasaan Robin yang mulai baper. Kadang ditengah-tengah baca , saya ngerasa ikutan capek nyari pembunuh dan pas mau buka buku lanjut lagi, gak tau kenapa ada perasaan gak siap ketemu kenyataan yang sebenarnya, takut ketemu tiba-tiba sama si pembunuh. Kenapa ya? padahal jelas-jelas si pembunuh ada di London, Indonesia masih aman !

Resensi : The Cuckoo's Calling (Dekut Burung Kukuk)










Judul : The Cuckoo's Calling (Dekut Burung Kukuk)
Penerbit : Gramedia Pustaka
Edisi : Soft Cover
Tahun Terbit : 2013
Penulis : Roberth Galbraith
Alih bahasa : Siska Yuantita , Aan Mansyur
Jumlah halaman : 520

Novel ini diawali dengan tewasnya Seorang Supermodel bernama Lula Landry, yang ditemukan jatuh dari balkon kamarnya. Hasil penyelidikan polisi menyatakan bahwa Lula Landry tewas karena bunuh diri, namun kenyataan tersebut tidak dipercayai oleh Kakak korban, John Bristow. Berangkat dari ketidakpercayaan tersebut , John menyewa jasa Cormoran Strike, seorang detektf partikelir yang hidupnya sedang dirundung banyak masalah. Bagaikan mendapat angin segar , Strike menerima kasus ini dengan bayaran yang menggiurkan. Namun ternyata bayaran tersebut tidak sepadan dengan kenyataan pahit dan gelap yang justru bisa mengancam hidupnya.
Keterbatasan fisik Strike yang berkaki satu bukan halangan baginya dalam penyelidkan, Ia mampu mengungkap informasi dari kerabat-kerabat terdekat Lula  yang membuat kita merasa berpetualang dalam dunia gemerlap selebritas London, didukung oleh teman-temannya yang unik dan hebat dari Angkatan Darat, kepolisian dan jaringan lain , sepak terjang Strike tentu tidak diragukan lagi. 
Pada awalnya Strike merasa pencariannya mungkin tidak akan membuahkan hasil, karena kepercayaannya akan kredibilitas kepolisian yang mana mungkin melewatkan satu titik ganjil dalam kasus ini. Bila hasilnya adalah Lula memang bunuh diri, tentu tidak ada fakta lain, Tapi ini menjadi tantangan bagi Strike untuk menyelidiki semua detail-detail yang barangkali bisa menjadi peluang adanya fakta lain yang tentu akan membuat kita shock  di akhir cerita kriminal ini. 

Bukan detektif biasa
Menjadi seorang detektif tidak melulu dengan kacamata ataupun kaca pembesar, dalam buku ini Strike malah digambarkan memiliki perawakan besar, dengan brewok sana sini, tanpa kacamata maupun kaca pembesar. Sesekali untuk menyelidiki orang, Ia menggunakan mesin pencarian Google sedangkan kemampuannya untuk menginvetigasi dan menyelidiki diperolehnya dari pengalaman sebagai Cabang Investigasi khusus di Angkatan Darat.

Detektif yang akrab dengan dunia hiburan
Memiliki latar belakang militer, bukan berarti membuat Strike menjadi sosok yang kaku. Terlahir dari seorang wanita supergroupie dengan hubungan tidak sah  dengan penyanyi rock terkenal yang menjadi ayah Strike , menyebabkan hidup dalam keadaan nomaden dan masuk ke segala jenis pergaulan. Tak hanya itu, mantan tunangan Strike juga seorang Supermodel  cantik yang memaksanya makin akrab dengan popularitas kehidupan dunia hiburan. 

 Ditulis oleh Penulis Fenomenal
Kebanyakan penulis serial detektif , paten dan melekat dengan hasil karyanya seperti Agatha Christie, S Mara GD, atau Herge. Tapi siapa sangka penulis Serial detektif Cormoran Strike ini adalah JK. Rowling yang sengaja menggunakan nama samaran Robert Galbraith, Ia ingin terlepas dari bayang-bayang Harry Potter. Seolah-olah Harry Potter milik Rowling dan Cormoran Strike milik Galbraith. Walaupun Rowling terkenal sebagai penulis  Harry Potter yang terkenal fantasy, ternyata Ia juga memiliki rasa gelap yang dapat dituliskannya seolah menjadi nyata. Well, sekali lagi Rowling membuktikan sihirnya dalam sebuah buku dengan kisah yang berbeda :)

Rating 4,0/5,0
Foto : Tannya 


Resensi : The Silkworm (Ulat Sutra)








Judul          : The Silkworm (Ulat Sutra)
Penerbit     : Gramedia Pustaka
Penulis       : Robert Galbraith 
Edisi          : Soft Cover
Tahun Terbit : 2014
Alih Bahasa  : Siska Yuanita
Jumlah halaman : 532 

Kali ini Cormoran Strike kembali lagi bersama sang Asisten Robin Ellacott (pada buku pertama, masih menjadi sekretaris temporer) dengan kasus barunya yang lebih menantang, setelah kesuksesannya memecahkan kasus di buku pertama Cuckoo's Calling.
Kasus yang dipegangnya terlihat biasa saja, seorang istri penulis bernama Leonora Quine mencari suaminya yang kabur dari rumah, Owen Quine. Didasari oleh rasa bosan karena Strike menyelesaikan kasus yang repetitif dan kasihan kepada Leonora Quine yang malang, Strike memulai pencariannya dan berharap Ia dapat menemukan dan membujuk Owen untuk pulang kepada istrinya. Namun hasil pencariannya mengejutkan, Owen Quine ditemukan mati terikat dan kehilangan bagian tubuhnya, setelah diselidiki Owen baru saja menyelesaikan novel yang berjudul Bombyx Mori (bahasa latin, Ulat Sutra) isi novel tersebut menuai kontroversial karena menyinggung tajam beberapa orang yang dikenalnya, maka peluang untuk orang-orang tersebut untuk melenyapkan Owen Quine semakin besar. Lewat naskah novel karangan Owen Quine yang begitu menjijikan dan mengerikan ini, Strike dipaksa berpikir keras untuk mencari sang pembunuh keji yang menyebabkan Ia berhadapan dengan kerabat lamanya di Kepolisian, namun bukan kerjasama yang terjalin, malah keretakan yang terjadi diantara mereka karena rasa egois dan pendapat yang tidak berimbang.
Leonora sang istri malang kini harus menanggung kenyataan bahwa suaminya tak hanya kabur dari rumah, juga harus menjaga anak mereka yang memiliki keterbelakangan. Di tengah kesulitan yang Leonora alami seakan tidak cukup, polisi malah menangkap Leonora dengan bukti-bukti gegabah yang ditemukan sebagai pembunuh suaminya sendiri. 
Strike dan Robin berpacu dengan waktu, mereka harus segera menemukan pembunuh Owen Quine bukan hanya sebagai penutup kasus tapi juga sebagai penyelamat Leonora yang sama sekali tidak bersalah .

Hindari makan, sambil membaca

Jika anda hobby membaca sambil makan, maka untuk buku ini kurang disarankan membaca sambil makan , atau jika anda memaksa silahkan tanggung sendiri resikonya :)
Pada beberapa halaman kita akan menemui hal-hal kotor, mesum yang terlalu menjijikan untuk keluar dari mulut apalagi dibayangkan. Seperti detail kondisi mayat Owen Quine ketika ditemukan, juga isi novel Bombyx Mori yang bahasanya terlalu eksplisit seolah menggambarkan sosok Owen Quine sebagai penulis yang menghalalkan segala kosa kata hanya karena menurutnya itu dalam konteks sastra.

Dunia yang berbeda 

Berbeda dengan buku pertama petualangan Strike yang berada dalam dunia hiburan, kini petualangan tersebut akan menguak dunia sasta, kepenulisan di London. Strike mulai menemui penerbit, editor juga penulis-penulis novel seperti Owen Quine.

Tokoh baru dan kisah yang semakin gelap

Dalam penyelesaian kasus ini, Strike mendapat dukungan dari tokoh-tokoh baru. Tak hanya itu , penderitaannya juga baru, kisah percintaan Strike semakin gelap, mantan tunangan yang dulu pergi darinya, bukan hanya pergi tapi telah menyandang status baru yaitu menikah seolah-olah dinding diantara mereka makin dipertebal dan ditinggikan sehingga tak bisa ditembus lagi.

Akankah ada kasus berikutnya?

Setelah hasil akhir yang kembali membuat kita tercengang, kita akan dibuat menunggu kasus selanjutnya. Kasus apalagi yang dapat menjadi sepak terjang Cormoran Strike? Klien mana lagi yang memiliki masalah hingga harus mendatangi Strike? Penjahat mana lagi yang akan dikejar Strike? Sanggupkah Strike menyelesaikannya tanpa luka dan bahaya?  
Rating : 3,5/5,0
Foto : Santmagazine