Thursday, June 12, 2014

Jadi, wimpi masih ada?

"Saat anak masih kecil atau berusia kurang dari 5 tahun kebutuhan intinya adalah sandang, pangan, papan dan kasih sayang. Kasih sayang itu juga meliputi rasa nyaman seorang anak. Jika anak tidak mendapatkan rasa nyaman yang dibutuhkannya maka anak akan mencari kompensasi lain berupa barang-barang tertentu"
Tia Rahmania, MPsi

"Nek, si Wimpi mana?" tanyaku sebelum tidur.
"Tuh, pinggir tempat tidur. Si Wimpi muluk yang dicariin" jawab Nenek sambil membenarkan sarungnya.
"aah...wimpi" ucapku sambil memeluknya, dan kami pun tertidur hingga fajar menyapa.

Sekitar 16 tahun lalu, aku mendapatkan hadiah guling mungil dengan kepala boneka yang lucuuu sekali. Aku memanggilnya Wimpi. Aku lupa siapa yang membelikannya untukku, Nenek, Tante, atau Mama ya? maklum, yang sayang sama aku kan banyak (: 

Semenjak ada Wimpi hari-hariku terasa indah dan berbunga-bunga. Wimpi selalu menjadi teman tidurku di siang maupun malam hari. Walaupun dalam tidur kami ceritanya tak selalu indah, kadang Wimpi ketendang, kena iler, ketindihan badanku sendiri, Wimpi tak pernah marah, Ia selalu menyunggingkan senyumnya di setiap pagi, ketika aku membuka mata untuk mengawali hari-hariku. 

Hingga suatu hari...

"Dekil nih, si Wimpi. Nenek cuci ya" 
"Ah, jangan Nek. Nanti annya tidur sama siapa?"
"Tidur sama Nenek kan. Cuci ya, dekil nih, bau iler lagi"
"Ah, gak mau. gak bau kok"
"Cuci deh, setengah hari juga kering"
"Enggak ah....!!!!" . 

Sejak saat itu, aku selalu peluk Wimpi erat-erat. Aku takut berpisah dengan Wimpi walaupun berpisah hanya untuk dicuci. Seolah tak ampuh dengan rayuan Nenek. Akhirnya Mama, Tante, Kakek, sampai Om ku juga ikut merayu aku agar mengijinkan Wimpi dicuci, dengan kata-kata yang sama. "Wimpi udah dekil...!!!!!" 

5 tahun pun kulalui bersama Wimpi, saat itu aku sudah duduk di kelas 6 SD. Aku tumbuh sebagai Anak yang cerdas dan lucu, sedangkan Wimpi tumbuh menjadi guling yang dekil, bau iler, banyak bekas iler yang membentuk peta-peta ditubuhnya, dan parahnya lagi jahitan antara kepala dan badannya, sudah agak terpisah seperti mau lepas :( But, i dont care, i still love my Wimpi.

Keadaan Wimpi yang semakin memburuk bersamaku rupanya sudah tidak dapat di tolerir lagi. Ketika aku pulang sekolah aku mendapati Nenek yang sedang asyik menjahit kain berwarna hijau army. 
"Nek, lagi jahit apa?"
"Nih, sarung buat si Wimpi"
"kok disarungin sih buat apa?"
"Tuh, si Wimpi udah budul.  Nenek ambil isi kapuknya nanti diisiin ke sarungnya nih yang lagi dijait".
Dengan rasa ingin tahu yang besar, aku merambat ke samping tubuh Nenek dan...
Astaga itu Wimpi,iya Wimpi telah dikuliti. Astaga, maafkan aku Wimpi, gara-gara aku tinggal ke sekolah, kamu jadi begini. Apa yang kulihat? segumpalan kapuk telah dikeluarkan dari sarungnya yang berbahan satin dan ada kepala Wimpi diatasnya yang masih tersenyum kepadaku. 
"Udah jadi nih sarung barunya. Kapuknya masukin sini, jadi nanti malem udah bisa di pake tidur lagi deh"
Malam itu aku tidur dengan Wimpi yang berwarna hijau, walaupun masih empuk tapi tampaknya aku harus terbiasa dengan Wimpi tanpa kepala. Aku tetap memeluknya, yang penting Wimpi enggak hilang, aku masih bisa memeluk raganya. 

Begitu lulus SD, kami sekeluarga pindah rumah. Saat itu aku tidak mencari-cari Wimpi lagi, entah karena aku menganggapnya hilang ketika pindahan atau karena aku sudah beranjak remaja. Mungkin secara psikologis pun, aku sudah tidak membutuhkan Wimpi lagi. Aku melalui hari-hariku dengan normal sampai sekarang, walaupun aku ingat Wimpi, aku tidak pernah mencarinya. Tidurku selalu nyenyak walaupun tanpa Wimpi, bangun tidurku selalu semangat walaupun tanpa Wimpi yang selalu tersenyum kepadaku.

Hingga pada suatu malam...

Malam itu aku dan Mama sedang dalam perjalanan di kereta menuju kostanku di Jakarta. 
"Dek, itu si bublish (nama salah satu bonekaku) malah dibuat bantalan"
"iya.Mam, gak apa-apa, daripada beli bantal lagi. Kan jadi satu-satu kalo buat Mama di kostan"
"Padahal bawa aja bantal dari rumah"
"Ha..haaa..bantal yang mana Ma? yang kecil kecil itu ya?"
"Eh, itu kan bekas Si Wimpi de"
"Ah, Wimpi?"
"Iya...dulu Mama masukin kapuknya kesitu kalo gak salah"

Hah, aku tercekat. Ya ampun, setelah 10 tahun lebih hidupku tanpa Wimpi. Aku tak pernah mencari-carinya, tidurku tetap nyaman, karena sebenarnya...

"Jadi, Wimpi masih ada?"



                                                                                 




No comments:

Post a Comment